Akhir
Pebruari kemarin teman saya dari Tangerang berkunjung ke Madiun tempat tinggal
saya. Dia jauh – jauh dari Tangerang cuma pengen main ke Candi Cetho yang ada
di Karanganyar Jawa Tengah tepatnya di bawah lereng Gunung Lawu. Entah pikiran apa yang telah merasukinya hingga
rela mengajukan cuti di tempat kerjanya untuk berkunjung ke Candi Cetho. Saat searching di google dia tergoda dengan foto - foto Candi Cetho yang banyak ditemukan di google. Dia pun meminta saya untuk mengantarkannya ke sana.
Tanggal
19 Pebruari tepatnya pas hari libur memperingati Tahun Baru Imlek dia sampai di
Terminal Purboyo Madiun. Saya pun menjemputnya dan sebelum berangkat ke CandiCetho kami mampir pom bensin karena dia belum sempat mandi selama perjalanan
naik bis. Setelah membersihkan diri di pom bensin kami mampir ke warung makan
untuk mengisi perut kami yang belum terisi dari pagi.
Selesai
makan kami langsung berangkat menuju Candi Cetho yang ada di Karanganyar lewat
Magetan. Meskipun saya pernah sekali ke Candi Cetho namun saya agak lupa jalan menuju
ke sana. Saat sampai di Karanganyar di dekat Patung Semar, saya berhenti dan
bertanya kepada salah satu warga. Saya pun
mematikan motor kemudian turun dari motor. Karena jika kita tidak mematikan
motor dan tidak turun dari motor bisa jadi kita dikasih petunjuk yang salah
karena kita dianggap tidak sopan.
“Mas,
kalo mau ke Candi Cetho jalannya kemana?”
“Ohh..
lurus aja mas, nanti ada pertigaan belok kanan terus lurus aja ikutin jalan
nanti ada plang yang menunjukkan arah candi Cetho mas nya bisa mengikuti plang tersebut.”
Ternyata
saya tidak nyasar, setelah Patung Semar kita lurus hingga sampai pertigaan
kemudian belok kanan. Di sini sudah banyak petunjuk jalan atau plang yang
menunjukkan arah menuju ke Candi Cetho. Kita tinggal mengikuti plang – plang
tersebut.
Jalan
menuju Candi Cetho agak berbelok – belok, banyak tanjakan dan turunan tajam. Jadi
bagi pengendara motor diharapkan untuk berhati – hati saat melalui jalan
tersebut. Di sepanjang perjalanan menuju Candi Cetho kita akan disuguhi
pemandangan indah kaki Gunung Lawu.
“Ini kapan sampainya, kok lama banget sich?” gerutu teman saya.
“Udah
nikmatin aja perjalanannya, pemandangannya kan
juga bahenol.”
Sebelum
sampai ke Candi Cetho kita akan melewati Kebun Teh Kemuning yang pemandangannya
tak kalah indah. Namun kita juga tetap hati – hati karena jalanan yang berbelok
– belok.
CandiCeto berada di ujung jalan tepatnya di Desa Gumeng yang berada di Kecamatan
Jenawi. Di wilayah Candi Cetho kita akan menemui
rumah – rumah penduduk yang mirip penduduk di Pulau Bali. Karena mayoritas
penduduk di wilayah Candi Cetho beragama Hindu.
Setelah
memarkirkan kendaraan, saya langsung menuju ke Candi Cetho. Namun sebelum masuk
ke kita wajib membayar tiket masuk sekitar Rp. 3000 (murah sekaliii). Selain
itu kita wajib memakai kain yang bercorak kotak – kotak seperti papan catur
yang dipinjamkan oleh pengelola Candi Cetho dan membayar seikhlasnya. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menjaga kesakralan yang ada di Candi Cetho karena
tempat ini merupakan tempat ibadah umat Hindu dan masih digunakan hingga
sekarang.
Hari itu sangat ramai pengunjung yang datang ke Candi Cetho meskipun cuaca saat itu sedang hujan dan sering berkabut. Saya pun masuk ke Candi Cetho dan melihat sebuah papan yang menginformasikan tentang Candi Cetho tersebut.
Dalam papan tersebut tertuliskan bahwa Candi Cetho tersebut pertama kali dikenal
berdasarkan laporan penelitian Van de Vlies tahun 1842. Kemudian pada tahun
1975/1976 Sudjono Humardani melakukan pemugaran terhadap Kompleks Candi Tetho
dengan dasar “perkiraan” bukan pada kondisi asli. Kemungkinan Candi Cetho dibangun pada masa Kerajaan Majapahit.
Candi Cetho Ramai Pengunjung |
Setelah membaca – baca informasi yang ada di papan tersebut kami
melanjutkan untuk naik dan masuk ke halaman yang lumayan luas melalui gapura
candi tersebut. Di halaman yang luas ini terdapat beberapa batu yang berbentuk
kura – kura besar. Dari halaman ini, jika cuaca tidak berkabut kita juga bisa
melihat pemandangan gunung yang berjejer seperti Gunung Merapi dan Merbabu di
sebelah barat Candi Cetho.
Di atas halaman utama terdapat dua bale – bale atau
bangunan seperti pendopo yang berada di kanan dan kiri. Tapi ironisnya saat
berada di sini saya menemui muda – mudi yang tanpa malu bermesra – mesraan di
tempat umum seperti ini. Saya pun menghampiri mereka dan coba mengingatkannya.
“Hayooooo… pacarannya jangan di sini mas, nanti cepat
putus lho”.
Mereka pun sempat tertawa tetapi menerima saran saya
dan berjauhan dengan pasangannya. Karena tempat ini merupakan tempat ibadah
sangat disayangkan jika digunakan untuk hal – hal yang tidak sopan seperti
pacaran.
Kemudian saya naik menuju puncak Candi Cetho yang terdapat bangunan
mirip piramida yang ada di Mesir. Untuk masuk ke dalam bangunan yang berada di
puncak Candi Cetho, pengunjung diharapkan untuk melepas alas kaki nya. Untuk
menjaga kebersihan dan kesucian bangunan candi.
Di dalam kompleks Candi Cetho juga terdapat Candi Ketek yang
letaknya kurang lebih 300 meter ke utara dari Candi Cetho. Kita hanya membayar
Rp. 1000 untuk tiket masuk Candi Kethek. Untuk ke sana kita harus melewati
jalan setapak yang sedikit licin jika habis hujan dan kita harus hati – hati
karena di pinggir jalan setapak tersebut terdapat jurang. Namun sepanjang
perjalanan menuju Candi Kethek kita akan disuguhi pemandangan hutan khas gunung
Lawu yang asri. Namun tidak banyak pengunjung yang mengunjungi Candi Kethek. Mungkin karena harus jalan lebih jauh lagi atau memang belum tahu tentang keberadaan Candi Kethek.
Di
depan bangunan Candi Kethek juga terdapat papan informasi yang menerangkan
tentang Candi Kethek. Nama Kethek atau dalam bahasa Indonesia berarti Kera
diberikan oleh masyarakat sekitar karena banyak kera yang terdapat di sekitar
Candi Kethek. Waktu pertama kali ke sini saya juga menjumpai beberapa kera di
sepanjang jalan menuju Candi Kethek.
Candi Kethek |
Setelah
mengunjungi Candi Kethek saya sempatkan untuk mampir ke Puri Taman Saraswati
yang masih berada di wilayah kompleks Candi Cetho. Letaknya berada di atas
Candi Cetho. Jika kita dari Candi Kethek maka ada di sebelah kiri jalan
setapak.
Selain
untuk wisata masyarakat umum, Puri Taman Saraswati ini juga masih digunakan
oleh masyarakat umat Hindu untuk bersembahyang. Jadi saat memasuki Puri Taman
Saraswati pengunjung harus melepas alas kaki yang dipakai.
Halaman
utama Puri Taman Saraswati cukup luas berlantaikan keramik, namun kita harus
berhati – hati karena lantai lumayan licin jika habis turun hujan. Di sana
terdapat patung Dewi Saraswati yang cantik dan memiliki empat tangan. Keempat
tangan tersebut memiliki arti yang berbeda yaitu tentang ego, pikiran,
intelektual serta mawas diri. Menurut informasi patung tersebut langsung dari
Gianyar Bali. Selain patung tersebut juga ada Sendang Pundi Sari serta altar
pemujaan.
Jadi
jika berwisata ke Candi Cetho kita bisa langsung ke tiga tempat sekaligus yaitu
Candi Cetho, Candi Kethek dan Puri Taman Saraswati yang ketiga nya mengandung
nilai sejarah. Selain berwisata alam kita juga bisa belajar tentang sejarah
masa lampau yang berada di Nusantara pada umumnya dan sejarah di Karanganyar
khususnya. Dari candi – candi tersebut kita bisa tahu
bahwa dahulunya penduduk Pulau Jawa mayoritas beragama Hindu.
Tulisan ini diikut sertakan dalam Lomba Blog Visit Jawa Tengah Periode 2
Tulisan ini diikut sertakan dalam Lomba Blog Visit Jawa Tengah Periode 2