Gunung Arjuna adalah gunung yang berada di Propinsi Jawa Timur tepatnya
terletak di Kabupaten Malang dengan ketinggian 3339 mdpl. Letaknya dekat dengan
Gunung Welirang. Gunung Arjuna masih
kental dengan aura mistisnya. Hal itu terlihat dengan banyaknya peziarah –
peziarah yang melakukan ritual di Gunung Arjuna. Selain itu, banyak petilasan –
petilasan peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit yang masih ada di GunungArjuna. Seperti petilasan Goa Onto Boego, Eyang Sakri, Eyang Semar dan masih
banyak petilasan lainnya yang tidak bisa saya ingat.
Untuk mendaki Gunung Arjuna ada beberapa jalur yang biasa dilalui
oleh para pendaki yaitu, jalur Tretes, Lawang, Purwosari dan mungkin masih ada
jalur lainnya yang belum saya ketahui. Dan untuk pertama kalinya saya mendaki
Gunung Arjuna melalui jalur Purwosari yang berada di Malang.
Rabu malam tanggal 19 Nopember 2014 ada ajakan dari teman – teman
Malang untuk polio bareng – bareng di Gunung Arjuna. Dengan penuh godaan dan
rayuan manis mereka yang mirip sales deodoran, akhirnya saya tergoda untuk
menerima ajakan mereka. Kami merencanakan berangkat hari Jum’at tanggal 21
Nopember 2014 dan berkumpul di Malang.
Esok harinya pun saya menyiapkan amunisi seadanya yang akan di bawa
dan tak lupa daleman sebanyak – banyaknya sebagai pelengkap. Jum’at pagi
sekitar pukul 05.00 saya berangkat dari Madiun menuju Kota Kediri. Mampir ke
rumahnya om Setio Wahab karena berangkatnya ke Malang saya nebeng beliau. Ada satu teman saya yang dari Ponorogo yang
menyusul saya di Kediri. Namanya Al Vian, mantannya teman saya yang hingga saat
ini masih belum bisa melupakan kenangan – kenangan masa lalunya.
Pukul 11.00 siang kami bertiga berangkat dari Kediri menuju Malang
dengan mengendarai barakuda nya om Setio. Saya duduk di tengah diantara kedua
laki – laki yang saya tidak pernah tahu apa yang dalam pikiran mereka. Karena
om Setio sering mengurangi gigi perseneling dan menambah gigi perseneling,
batangan persenelinganya pun sering mengenai anu saya. Saya pun menikmati anu
saya yang kesenggol perseneling setiap di tikungan dan tanjakan. Meskipun
kadang terasa nyeri juga.
Sekitar pukul 13.40 kami bertemu para sekutu dari Malang. Ada mas
Erick porter kebanggaan kita yang udah biasa memanggul beban hidupnya yang lumayan
berat. Mas Eko yang masih setia dengan kejombloannya dari jamannya Meteor
Garden hingga entah kapan. Mifta Yuri yang entah siapa dia. Mas Chairil yang
sering lari dari kenyataan. Dan dua cewek yang sangat mengidolakan saya, Dewi
Dio dan Nurul Inayah alias Enyund (panggilan sayang dari mantan). Jadi semua pasukan kami ada 9 orang dengan 7 laki
– laki normal dan 2 wanita yang insyaallah normal. Setelah semua pasukan
berkumpul dan senjata sudah lengkap, kami pun berangkat menuju basecamp
Purwosari. Para sekutu dari Malang mengendarai motor dan saya tetap bertiga
dengan barakuda nya om Setio.
![]() |
Depan Basecamp |
Kurang lebih pukul 15.20 kami sampai di basecamp perijinan
Purwosari. Kami pun mengecek kembali amunisi yang kami bawa agar tidak ada yang
tertinggal. Dan untuk memastikan bahwa daleman saya tidak berkurang satu pun.
Setelah yakin amunisi sudah lengkap dan membayar perijinan, kami pun memanggul
tas kami masing – masing dan berjalan layaknya gerilyawan perang siap tempur.
Perjalanan awal jalurnya masih landai, melewati hutan pinus yang
entah masih perawan atau sudah janda tapi lumayan lebat. Om Setio dengan kamera
nya selalu siap membidik untuk mengabadikan setiap langkah kami. Namun, sampai
di Goa Onto Boego cuaca mulai mendung dan gerimis turun dari atas ke bawah
menuju tanah yang kami injak, kami pun berhenti sejenak di Goa Onto Boego dan
menyiapkan jas hujan untuk melindungi diri dari hantaman air hujan yang bisa
membuat tubuh basah. Namun tidak semuanya memakai jas hujan karena merasa yakin
kalo gerimis akan berhenti.
![]() |
Goa Onto Boego |
Setelah persiapan jas hujan selesai, kami melanjutkan perjalanan
menuju Pos 2 Tampuono. Ditengah perjalanan ternyata hujan air turun lumayan
lebat. Dan cuaca saat itu semakin gelap.
“Untung cuma hujan air yaa di sini, bukan hujan harapan palsu”
celoteh saya kepada salah satu teman. Saya pun segera memakai jas hujan yang
terbuat dari plastik yang saya beli dengan harga 6000 rupiah.
Rombongan kami terpisah menjadi tiga. Dua orang di depan tiga orang
ditengah termasuk saya dan empat orang di belakang. Dan saat melewati
persimpangan, rombongan saya yang tiga orang sempat bingung karena belum ada
yang pernah mendaki di Gunung Arjuna.
“Duhh,., lewat yang mana nich?” tanya teman saya.
“Lhooo,., kamu gak tau jalannya?”
“Aku belum pernah ke sini eg.” Jawab dia.
“Emmmm,. Kamu kalo cebok pake tangan mana?” saya.
“Kiri.” Jawab dia
“Yaudah,. Kita lewat jalur kiri aja.”
“Lhoo kok bisa?” tanya dia kebingungan.
“Lhaa kan kita kalo cebok karena habis mengeluarkan sesuatu, nah
sekarang kita yang ingin keluar dari kebingungan ini. Mending kita pilih jalur
kiri aja.”
Dan akhirnya kami pun memilih jalur yang kiri dan berjalan
terus melewati genangan – genangan air
yang turun dari atas. Jalur kami pun sudah seperti sungai karena hujan yang
semakin deras. Kami terus berjalan meskipun kenangan – kenangan saat hujan
terus membayang – bayangiku.
Beberapa jam kemudian, kami bertiga sampai di Pos 2 Tampuono. Di
sana sudah ada mas Erick dan mas Chairil yang sudah telanjang dada hanya
mengenakan celana saja. Entah apa yang
sudah mereka berdua perbuat saya tidak tahu karena saya juga tidak terlalu
memikirkan hal itu. Kami istirahat sejenak di Pos Tampuono sambil menunggu
rombongan yang belakang dan juga menunggu hujan reda.
Setelah hujan reda, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 5
Mangkutoromo. Jalur dari Pos 2 menuju Pos 5 sudah mulai menanjak. Dan kondisi tanah yang agak licin membuat
kami sering terpeleset. Tapi beda dengan mas Eko yang lebih menyukai sesuatu
yang licin dan becek. Kami terus berjalan menanjak ditengah kegelapan malam.
Dan keindahan kota Malang di malam hari bisa kami lihat dari atas. Pemandangan
yang sangat menajkubkan bagi kami meskipun saat sore tadi di guyur hujan air.
Kurang lebih 3 jam an berjalan menyusuri hutan Gunung Arjuno, kami
pun sampai di Pos 5 Mangkutoromo. Saya datang belakangan sendiri karena terlalu
lama istirahat. Saat itu angin lumayan kencang dan saat menuju sebuah gubuk
yang ada di Pos 5 saya disambut ucapan selamat datang dengan bahasa yang tidak
saya mengerti.
“Guggg,.,.guggg,.,gugggg,.,gugggg” yaa.,., seekor anjing
menggonggong ke saya.
Saya pun menjawab, “please dech njing,...kalo ngomong itu pake
bahasa manusia aja biar aku bisa mengerti.”gerutu saya kemudian masuk ke dalam
gubuk dan bergabung dengan teman saya yang sudah sampai duluan dan
menghangatkan tubuhnya di pinggiran api yang dibuat oleh penghuni gubuk
tersebut.
Di Pos 5 Mangkutoromo ini ada bapak – bapak yang tinggal di gubuk
ini. Bisa dibilang semacam juru kunci gitu. Tapi bukan juru kunci yang suka
membuat kunci motor atau kunci yang lainnya. Namanya Pak To, rambutnya gondrong
dan berkumis.Beliau suka bercerita tentang sejarah Gunung Arjuno. Kami pun
memutuskan untuk beristirahat di Pos 5 dan melanjutkan perjalanan menuju puncak
besok pagi. Sambil beristirahat kami mendengarkan cerita – cerita dari Pak To. Namun
hari semakin malam, rasa ngantuk menggoda kami untuk menutup mata.
Tak terasa hari sudah pagi, tapi tak terdengar suara ayam berkokok
hanya ada suara kentut orang di sebelah ku yang tanpa dosa mengeluarkannya
dengan nada tenor. Saya segera bangun dan keluar dari gubuk untuk menikmati
sunrise pagi itu. Kata Pak To di deket Pos 5 ini ada ada sumber air namanya Sendang
Widodaren. Dari Pos 5 ke selatan turun sedikit. Saya pun pergi ke sana untuk
cuci muka ngambil air untuk masak.
![]() |
Pos 5 Mangkutoromo |
Rencananya pagi itu kita summit sekitar jam 6 an pagi selesai
sarapan. Namun beberapa teman kami masih belum bangun dari tidurnya. Akhirnya
kami summit sekitar pukul 8.00 pagi. Semua perlengkapan camping kami tinggal di
Pos 5 dan dititipkan ke Pak To. Kami hanya membawa air dan makanan secukupnya
untuk ke puncak. Dari Pos 5 menuju puncak jalur nya menanjak terus. Perkiraan
kami, perjalanan menuju puncak sekitar 6 jam. Ternyata sampai 7 jam kami belum
juga sampai. Kami terus berjalan menyusuri hutan ditemani anjing hitam yang
bernama Zhi. Anjing yang udah lama hidup di Indonesia namun belum bisa bahasa
Indonesia. Entahlah,.....!!!
Sekitar pukul pukul 15.00 cuaca mulai mendung, kami baru sampai di
bawah Puncak Arjuno. Saat itu gemuruh dari langit meledek kami dengan suara
yang tak berirama. Saya sendiri sempat tengkurap karena tiba – tiba kilat
menyambar – menyambar. Beberapa teman kami berteduh di bawah pohon pinus, saya
pun ikut mereka berteduh di situ. Tanpa pemberitahuan tiba – tiba suatu pancaran putih dari langit menyambar
kami yang ada di bawah pohon.
“Derrrrrrrrrr,., “
“Tiarap ,.,tiarapp.,.,. Belanda menyerang, siap posisi 4-3-3”.
Saya pun tiarap dan berlari menuju ke bawah batu besar yang ada di
sebelah kami.
“Huhhhh,., petir yang genit, kenal aja belum tapi udah berani colak
– colek.” Gerutu saya. Kemudian hujan mengguyur, kami pun berteduh di bawah
batu besar dan menggelar terpal untuk melindungi kami dari air hujan . Sambil
menunggu hujan reda, kami memasak air dan mencampurnya dengan bubuk kopi untuk
penghangat tubuh kami yang mulai kedinginan.
Selang beberapa jam akhirnya hujan reda, namun kami bingung mau
melanjutkan atau kembali turun.
“Udah reda nich, kita lanjut naik apa turun lagi?”tanya salah satu
teman.
“Kalo naik takutnya ntar kesamber petir lagi”.
“Yaudah, kita naik aja dulu. Nanti kalo udah di sana tak kasih tau
ada petir lagi atau enggak. Okey ???” jawab aku
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke Puncak Arjuna. Namun saat
itu cuaca sangat kabut dan menghalangi pemandangan kami.
“But kabut, mbok yoo minggir bentar gitu lhooo, biarkan baginda
lewat dulu.” Suara keluar dari mulut biadab saya. Namun kabut tak juga mau
pergi tetap menghalangi cuaca sore saat itu. Sebelum sampai puncak, hujan
kembali mengguyur kami. Behhhh,.,.,,.lumayan dingin lah. Namun kami tetep nekat
ke Puncak hanya sekedar foto – foto alakadarnya. Cuaca kabut, gerimis, hujan pun PHP pada kami.
Kadang hujan kadang reda, hujan lagi , reda lagi, lagi hujan, lagi reda.
Behhhhhhhhhhh,.,.,
![]() |
Saat di Puncak Arjuna |
2 comments:
wih ada ya tempat kayak gini, akses jalannya bagus gak kak?
luar biasa pemandangan nya
Melihat dugong di Pulau ALor
Surga Tersembunyi Di pulau Alor
Post a Comment